Langsung ke konten utama

Mary Anne Purwokerto - You Need ChaCha Come Back to Your Post !!!!

January 16 - 2016

Jam 1 siang ini, saya meluncur ke Mary Anne untuk makan siang bersama keluarga sambil membuat menu review dan lain-lain disana, tentu saja melihat apakah penilaian saya pada pertemuan awal terbukti.

Kami memutuskan untuk memesan beberapa menu sebagai berikut:


  • Mary Anne Fried Rice
  • Basil Pesto
  • Chiken Cordeon Blue
  • Pancake Choco Oreo
  • Ice Lemon Tea
  • Hot Lemon Tea
  • Orang Squash
  • Baileys Ice Cream


Saya hanya akan membahas dua menu makan yang agak berat saja, yaitu Mary Anne Fried Rise dan Basil Pesto, Chiken Cordon BLue

Mary Anne Fried Rice



Sajian menu nasi goreng andalan mereka untuk kali ini sangat "njomplang" alias jatuh terjungkal dari menu awal yang di sajikan oleh Cha2 MAI kpd saya pada H+1 Opening mereka. Nasi goreng yang too oilly, garnishnya yang hilang, penempatannya tidak berkelas seperti semula, menunjukan turunnya standar penyajian mereka - saya merasa seperti makan nasi goreng kelilingan yang ada diperumahan kami. Acarnya mengalami perubahan warna, waktu pertama saya disajikan oleh si nona CHA acarnya berwarna cerah tidak layu seperti saat ini. 

Basil Pesto


Basil Pesto seharusnya menjadi menu penghibur, akan tetapi siang itu sepertinya saya harus menerima kenyataan bahwa pastanya tidak terlalu matang dan basilnya gak terlalu terasa. JUST it gakbisa nambah komen lagi kecuali jd tambah penuhs aja pertu gendut saya.

Chiken Cordon Blue



Ini DISASTER - gak menunjukan kelasnya Mary Anne pada awal-awal pembukaannya, menu yang seharusnya menjadi salah satu GOLDEN MENU [menurut saya] mereka ini, ternyata disajikan kepada kami sudah dalam kondisi dingin dan sangat terlambat karena semua menu sudah habis dimakan, tinggal pesanan yang satu ini menyusul.

CARA PENYAJIAN

Ada sesuatu yang lain dari pada yang lain siang itu sepertinya, saya menemukan sesuatu yang unik yang tidak dimiliki oleh resto yang sejenis Mary Anne, yaitu cara mereka menyajikan menu pesanan kami yang hanya disodorkan kepada kami dan kami menerimanya sambil si pengantar makanan membaca nota pesanan untuk konfirmasi, tanpa di letakkan di meja, itu pada kesemua menu dilakukan seperti itu, apakah ini memang standar mereka yang baru ???

Service Charge

Ketika saya membaca nota pembayaran yang saya terima, saya membaca satu kompenen harga yang cukup asing bagi saya, jika diterapkan di resto-resto yang sekelas Mary Anne serta di kota sekecil Purwokerto "SERVICE CHARGE", sebelum menulis ini saya mencoba menggali informasi sana-sini termasuk dari beberapa site blog yang membahas hal ini. Dan saya mencuplik salah satu tulisan dari: "http://hotel-konsultan.blogspot.co.id/2009/11/mengenal-service-charge-atau-biaya.html", sebagai berikut dibawah ini: 

Service Charge atau Biaya Pelayanan adalah suatu komponen yang menjadi satu kesatuan dengan harga produk layanan tertentu pada transaksi penjualan di Hotel. Kisaran besar nilai service charge yang umum adalah 10 % tergantung dari management Hotel. Service charge dikenakan pada saat terjadi transaksi penjualan seperti penjualan kamar, Makanan dan minuman, laundry, kolam renang, dan lain-lain yang ditetapkan oleh management. 
Service charge yang diterima akan diperhitungkan setiap bulannya dan kebanyakan management operator Hotel akan membagi nilai service tersebut kepada karyawannya namun ada pula management yang tidak membagikan service charge tersebut. Kebijakan membagi service charge adalah merupakan kebijakan management sebagai operator pada suatu Hotel. Untuk management yang membagikan service charge setiap bulannya terkadang juga menyisihkan beberapa persen dari service charge untuk kepentingan lain seperti untuk keperluan sumber daya manusia, penggantian barang pecah belah yang rusak, penghapusan piutang, biaya debt kolektor, dan biaya lain-lain yang diperlukan dan harus dianggarkan dari service charge/biaya pelayanan. Nilai prosentase bermacam-macam dan hal ini pun merupakan kewenangan management.
Pernah ada pertanyaan, apakah untuk pembagian service charge ini diatur juga dalam UU tenaga kerja ?
Sepanjang yang penulis tahu, tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai biaya pelayanan ini, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan pembagian service charge, adalah merupaka kebijakan management Hotel.
Jadi service charge ini untuk apa dan siapa ya ? kalau untuk karyawan its oke - anggaplah amal, tapi gara-gara ini pikiran saya jadi penuh pertanyaan, untuk apa ya ? jangan bilang untuk bayar kursi yang kami duduki lho ya ... emang ini di JEPANG ??? - tetapi saya sadar itu kebijakan mereka, ya singkatnya kalau mau makan di MARY ANNE ya harus mau bayar Service Charge penetapan mereka.



SARAN

Management Mary Anne Purwokerto sebaiknya jangan dulu dilepas terlalu cepat oleh team Quality Control yang dapat menjada STANDARISASI menu dan pelayanan, sehingga jikalau saya makan manu A di Mary Anne di Purwokerto, sama juga kualitasnya seperti saya makan menu A di Mary Anne Yogyakarta.

Overall siang itu saya mendapatkan kesan kuat: "makan sajalah yang penting kenyang dan harga mahal sedikitlah gak papa" - semoga tulisan saya ini ditanggapi dengan bijak oleh team management Mary Anne, supaya tidak memasuki catur wulan ke tiga "Three Month Death Row". Sukses Selalu.

Postingan populer dari blog ini

KOPI "clebek" TUBRUK

Kopi Tubruk Kopi Tubruk adalah salah satu metode yang paling sering digunakan dalam menyeduh kopi di tanah air ini. di Banyumas dan sekitarnya dikenal dengan kopi "clebek" yang metodenya adalah menubrukan bubuk kopi dengan air panas.  Akan tetapi kopi tubruk  atau clebek, dapat juga menjadi hidangan minuman yang istimewa, jika dilakukan dengan langkah-langkah yang benar.  Proses brewing   Persiapkan kopi yang telah menjadi bubuk. Untuk mendapatkan aroma kopi yang lebih fresh, biji kopi matang sebaiknya digiling pada saat anda akan menyeduh. Selanjutnya masukan bubuk kopi kedalam cangkir. Takaran yang ideal dalam kopi tubruk adalah 12 gram kopi (sekitar dua sendok teh) untuk setiap 200 ml air. Kemudian tuangkan air yang telah anda didihkan. Suhu yang paling pas untuk kopi tubruk adalah sekitar 80-85 °C. Jika anda tidak memiliki thermometer, masak air dengan durasi 2 menit. Setelah anda menuangkan air pada gelas yang sebelumnya telah berisi bubuk kopi, diam

ButterScotch Coffee

Malam ini saya self service di THE COFFEE, selain melayani permintaan anak-anak saya, juga berbagi dengan Bro. Jajang yang ingin bekerja dan belajar jadi barista di sana. Butterscotch coffee adalah coffee with adds menu yang kami sepakati untuk kita garap rame-rame [ :) ] Butterscotch adalah jenis gula confectionery yang bahan utamanya adalah gula dan mentega , meskipun bahan-bahan lain seperti sirup jagung, krim, vanili, dan garam merupakan bagian dari beberapa resep. Saat sudah banyak perusahaan produsen sirup yang membuat sirup dengan rasa butterscotch ini. Butterscotch dapat di racik menjadi beberapa menu yang manarik untuk di coba dan dinikmati, salah satunya adalah  Butterscotch Coffee Iced.  Anda dapat membayangkan betapa nikmatnya kombinasi rasa manis dan gurih yang bertabrakan dengan acidity dan low bitter-nya Arabica espresso. Anak-anak saya pun yang tadinya sangat tidak suka kopi, menjadi ketagihan menu tersebut.  Butterscotch coffee ini  dapat dijadikan menu dingi

SEJARAH MESIN KOPI

Kali ini saya mencoba menulis mengenai sejarah beberapa mesin espresso, yang saya ambil dari berbagai sumber. Semoga dapat membantu memperkaya pengetahuan kita bersama. Pada tahun 1884 usaha untuk pengajuan hak paten pertama kali diperjuangkan  oleh Angelo Moribondo yang berasal dari Turin dan diperkenalkan pada tahun yang sama, dalam Pameran Umum di Taman Valentino. Hal tersebut adalah sebuah berkah untuk industrialisasi mesin espresso pada waktu itu, akan tetapi hak patent mesin espresso dalam dunia industrial mesin kopi pertama kali diterbitkan bagi Luigi Bezzera dari Milan, pada tahun 1901,. Bahkan, ia membuat suatu model atau design mesin yang kemudian menjadi model yang ditiru secara luas, di atas semua model mesin espresso rancangan pelopor lain dari periode, Desiderio Pavoni, yang mampu melihat potensi besar dari espresso, serta berjuang mengembangkan penjualan di bar publik dan kafe . Pada awal 1900-an, Pier teresio Arduino dari Turin menyadari bahwa dunia bar publik da