Setelah mendapat surat pengesahan siap ujian tesis saya yang bertema "leadership - good exsample - and change" Perjalanan saya dan keluarga http://www.kopibanyumas.com kali ini dari arah kawasan seputaran Lotte Mart Yogyakarta menuju barat - mencoba menyambangi sebuah kedai kopi yang situsnya kami lihat satu bulanan yang lalu. Saya dan keluarga mencoba menelusurinya di alamat yang tertera pada situs tersebut. 30 menit kemudian akhirnya kami sampai juga ke Black Canyon Coffee di kawasan seputaran Babarsari. Tempatnya yang lumayan luas dengan interior design yang cukup mewah, adalah representasi dari kelas sosial mana yang dapat mengunjunginya.
Benar saja, sebuah Pajero Sport yang masih "kinyis-kinyis" mendahului kami parkir, dan mengambil spot tempat duduk yang saya pandang cukup ok designya, yang meruang dan esklusif. Barista station adalah sasaran utama untuk segera kami hampiri dengan maksud berkenalan dengan pendekar kopi setempat, untuk memperoleh informasi dan menikmati kisah dibalik secangkir kopi hasil jerih tangan mereka.
Akan tetapi amat disayangkan, visi indah dari design interior, promo megah mrk di dunia maya, dan kegaharan yang melegenda dari Nouva Simonelli milik mereka, tidaklah di dukung oleh kecakapan interpersonal sang barista dan penyajinya.
"Soal rasa kenikmatan dari secangkir kopi itu HANYAlah sepanjang lidah si penikmatnya, akan tetapi Keindahan secangkir kopi itu rumusnya: [Biji kopi pilihan x Barista yang skillfully] + excellent Servanthood"
- kopibanyumas-
Kemegahan house blend 80% Arabica + 20% Robusta produk mereka, yang hanya sekilas dan "datar" diinfokan oleh sang barista serta late art bermotif angsa hasil kerja tangan terampil mereka tidak juga mampu meredam kegalauan saya, setelah mencoba beberapa kali dengan ramah memperkenalkan diri dan bertanya mengenai kopi sediaan mereka tetapi mendapati kenyataan, bahwa saya seperti bertanya dengan orang-orang memancarkan suar dari dalam dirinya "who are you ? and i don't care !" singkatnya saya mendapatkan bahasa antar pribadi yang disampaikan ke kami adalah... laaah jangan banyak tanyalah. Padahal si Angello 10 th - anak saya sangat antusias untuk bertanya menjadi "lemas semuaa", ya dapatlah dibayangkan betapa BT dan dingin atmosfer meja dimana kami duduk.
wow ..... sungguh sangat bertentangan dengan pengalaman saya ketika bertemu dengan Randy seorang barista hasil didikan "BACK BONE Coffee yang saya temui di Purwokerto, ketika dia sedang melakukan mentoring para barista Fanny Coffee Shop atau ketika saya bertemu dengan Bro. Gunawan, Richard, also Kama di Wake Cup --- heem atau keramahan Dani and Indra di Praketa Cofee serta semangat yang kuat dari secangkr kopi Toraja seduhannya opa Bambang.
Pengalaman saya di Black Canyon siang itu,sedikitnya telah merampas memory-memory indah serta semangat saya untuk "menikmati" kopi enak di Jogja yang Istimewa - kenikmatan jajang-myun dan topoki garapan MichiGo pun gak mempan menghibur hati saya. Menurut saya [ini subyektif lho] - di coffee shop ini, bagi saya adalah hanya sekedar tempat untuk beli or meminum kopi enak - habis - bayar dan langsung pulang. Saya tidak menemukan kecintaan dan fell hommy disana, saya bahkan merasa jadi tidak suka berlama-lama disana dan itu adalah kegagalan sistemik dalam pelayanan mereka untuk "membuat betah konsumen dan berkesan".
Pertanyaan saya adalah, apakah ini sebuah peristiwa "kebetulan" karena bulan puasa jadi pada malas ngomong atau ini adalah kelalaian standar operasi dan pelayanan di kedai kopi tersebut. 2 ** with broken heart for Black Canyon.